Monday, November 9, 2009

Pembelian Rumah Melalui Pengembang (developer)

Di jaman sekarang ini tentunya kita sangat familiar dengan yang namanya "perumahan". Mungkin sudah banyak dari anda yang memiliki rumah di sebuah kompleks perumahan. Seiring dengan berkembangnya bisnis di bidang properti, banyak bermunculan-lah pebisnis-pebisnis dalam bidang ini.

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dalam membeli properti melalui pengembang. Salah satunya yaitu "jaminan keamanan" dari properti yang dijual (rumah serta tanahnnya). Membeli properti melalui sebuah pengembang paling tidak memberikan "rasa aman" bahwa properti tersebut adalah properti yang sah/legal dan tidak bebas dari sengketa. Berbeda dengan apabila kita membeli rumah/tanah dari orang-perseorangan, dimana terkadang ada rasa "was-was" bahwa apakah rumah atau tanah yang dijual kepada kita itu benar-benar milik/dalam kekuasaan si penjual. Benarkah si penjual punya hak untuk menjual ? (jangan-jangan itu rumah/tanah orang?)

Namun demikian, image positif yang melekat pada pengembang (developer) pada dasarnya sangat tergantung dari nama baik/nama besar pengembang itu sendiri. Bukan tidak mungkin bahwa penjualan properti dijual oleh sebuah perusahaan pengembang nakal yang tidak bertanggungjawab dan akan menyisakan masalah di akhir. Atau bahkan sebaliknya, dimana penjual orang-perorangan justru mempunyai nama (bonafiditas) yang baik dalam hal jual-beli properti.
Kasus-kasus terkait buruknya bisnis yang dilakukan oleh pengembang properti sebenarnya sudah sangat banyak. Beberapa diantaranya seperti kasus penipuan yang berkedok sebagai pengembang properti (modus-modus seperti ini biasanya akan membawa lari uang muka dari calon pembelinya), kasus wanprestasi dari si pengembang karena properti yang dibangun/dijualnya tidak sesuai seperti yang pernah ditawarkan/dijanjikan kepada calon pembeli, sampai kasus dimana sertifikat tanah yang tidak kunjung diberikan bahkan telah dijaminkan kepada pihak lain walaupun kreditnya telah dilunasi.
Oleh karena itu berhati-hatilah dalam membeli properti, jika anda belum mengenal betul track record dari si penjual, maka anda harus benar-benar mencermati betul tentang properti yang ditawarkan kepada anda; tentang bukti kepemilikannya, riwayat kepemilikannya dsb. Akan lebih baik jika anda mengajak seorang kenalan atau teman anda yang memiliki pengetahuan terkait jual beli properti sebelum anda memutuskan untuk membeli properti.

Saturday, November 7, 2009

Pengertian BPHTB

Bagi anda yang sering berurusan dengan jual-beli tanah mungkin sudah tidak asing lagi dengan yang namanya BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. “Bea Perolehan” di sini maksudnya adalah Pajak, jadi secara sederhana Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan;

Lantas apa itu “Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan” ? Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan (Sekedar mengingatkan bahwa beberapa contoh dari perbuatan hukum yaitu: Jual-Beli, Sewa-Menyewa, dsb. Sedangkan beberapa contoh dari “peristiwa hukum” misalnya adalah: waris dan hibah wasiat).

Jadi pada prinsipnya apabila anda mendapatkan/memperoleh hak atas tanah dan bangunan, baik anda mendapatkannya dengan cara membeli ataupun ketika anda mewarisi (mendapatkan hak atas tanah tersebut dari hasil warisan), atau bahkan dari pemberian orang lain (baik hibah biasa ataupun hibah wasiat), Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut tetap dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Hak atas tanah yang dimaksud dalam konteks Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Seperti: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa), Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengetahui lebih jauh tentang penjelasan dari hak atas tanah, anda dapat melihatnya pada artikel-artikel saya di blog ini. Namun pada prinsipnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan dibedakan dasar pengenaan pajaknya berdasarkan jenis hak atas tanahnya).

Friday, October 30, 2009

Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Jika anda memutuskan untuk memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) anda tidak perlu khawatir mengenai jangka waktu kepemilikan atanah Hak Guna Usaha (HGU). Seperti juga Hak-hak atas tanah lainnya, tanah dengan Hak Guna Usaha memiliki jangka waktu yang "lumayan" lama, yaitu hingga selama 25 tahun. Namun anda perlu ingat, bahwa jangka waktu atas Hak Guna Usaha tersebut dihitung sejak Hak Guna Usaha tersebut diberikan. Anda dapat melihat sertifikat Hak Guna Usaha atas suatu bidang tanah tersebut untuk dapat memastikan kapan pertama kali Hak Guna Usaha tersebut diberikan oleh pemerintah (dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional).

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa satu-satunya kepemilikan hak atas tanah, baik Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, ataupun Hak Milik atas tanah, adalah dengan sertifikat. Jadi setiap pemberian Hak Atas Tanah, pastilah diberikan melalui sertifikat. Jadi, apabila anda menerima pengalihan hak atas tanah berupa Hak Guna Usaha mintalah sertifikat tanda bukti haknya !.

Tanah dengan Hak Guna Usaha itu dapat diperalihkan, di sisi lain masyarakat sering tidak begitu memperhatikan bukti otentik atas kepemilikan tanah, sehingga sering terjadi kasus di mana seseorang membeli tanah milik pihak lain yang berupa tanah Hak Guna Usaha yang jangka waktunya sebetulnya telah akan habis.

Jangka waktu 25 tahun untuk tanah Hak Guna Usaha tersebut di atas bahkan dapat diberikan lebih lama yaitu selama jangka waktu 35 tahun, hanya saja waktu 35 tahun ini diberikan hanya kepada perusahan-perusahaan tertentu dengan alasan yang jelas, misalnya karena pengusahaan di atas tanah Hak Guna Usaha tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama (misalnya karena pertimbangan bidang bisnis dan luas cakupan usahanya yang menurut perhitungan akan membutuhkan waktu yang lama).

Tanah Hak Guna Usaha

Salah satu jenis Hak atas tanah yang lain, selain yang pernah disebutkan dalam artikel-artikel yang pernah saya sebutkan di atas adalah Hak Guna Usaha (HGU). Tanah Hak Guna Usaha (HGU) secara sederhana adalah tanah yang peruntukkannya untuk hal-hal tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang, "hal-hal tertentu" yang dimaksud yaitu untuk pertanian, peternakan dan perikanan.

Apakah selain hal tersebut di atas berarti kita tidak boleh mempergunakan Tanah Hak Guna Usaha untuk bidang-bidang lain ?. Pada prinsipnya, hukum telah mengatur peruntukkan untuk masing-masing hak atas tanah, termasuk dalam hal ini tanah Hak Guna Usaha (HGU), dengan demikian memang peruntukkan/penggunaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut memang hanya terbatas untuk bidang-bidang tertentu sebagaimana bidang tersebut di atas.
Namun demikian apabila peruntukkan selain hal-hal tertentu tersebut di atas masih ada keterkaitan erat tentu dapat dikecualikan. Sebagai contoh anda yang saat ini memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan sedang berniat mendirikan sebuah bangunan di areal tanah (Hak Guna Usaha) tersebut, hal itu mungkin bisa saja dilakukan, asalkan sejauh bangunan tersebut benar-benar berkaitan langsung dengan peruntukkan tanah/ "ada hubungannya" antara bangunan tersebut dengan peruntukkannya. Penggunaan tanah yang berkaitan langsung dengan peruntukkan tanah dengan Hak Guna Usaha misalnya, anda mendirikan bangunan semi permanen di areal pertanian anda yang berfungsi sebagai tempat istirahat atau tempat penyimpanan alat-alat pertanian (gudang) yang pada prinsipnya "ada hubungannya" dengan peruntukkan tanah untuk kegiatan pertanian.

Tentu saja peruntukkan dapat dikatakan bertentangan apabila anda secara sengaja mendirikan bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha berupa bangunan untuk kegiatan yang tidak ada kaitan secara langsung dengan peruntukan utama tanah Hak Guna Usaha, seperti misalnya untuk kegiatan jual-beli (warung, kios, atau sejenisnya), apalagi sampai membuat bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendirikan bangunan, yang kemudian diperuntukkan untuk disewakan kepada pihak lain!. Jangankan anda menyewakan kepada pihak lain, bahkan apabila anda mendirikan bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut untuk mendirikan bangunan tempat tinggal anda, hal tersebut juga dianggap bertentangan dengan peruntukkan tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut.

Siapa saja yang dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU)?. yang dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha ialah Orang-perseorangan selain itu, pihak yang lainnya adalah Badan Hukum. Perlu diingat bahwa orang-perseorangan di sini haruslah Warga Negara Indonesia (WNI). Dengan demikian warga negara asing tidaklah dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha. Hal ini juga berlaku untuk Badan Hukum di mana yang memiliki hak untuk menggunakan Hak Guna Usaha ini hanyalah Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan Hukum di Indonesia.

Jadi, kalau anda atau kenalan anda adalah Warga Negara Asing dan berkeinginan untuk berbisnis dalam bidang-bidang yang terkait dengan peruntukkan tanah dengan Hak Guna Usaha sebagaimana disebutkan di atas tadi, jalan yang mungkin baik untuk anda lakukan adalah dengan membentuk kerjasama dalam suatu bentuk badan hukum (Misalnya PT), asalkan perusahaan tersebut didirikan menurut hukum, dan berdomisili di Indonesia.

Wednesday, October 28, 2009

Tanah Hak Milik VS Tanah Girik

Selama ini masih sering terjadi kerancuan dalam menggunakan istilah “tanah milik”. Sebenarnya kita baru akan membicarakan masalah “tanah hak” hanya jika kita telah memiliki alas hak/dasar hukum kepemilikan hak itu. Oleh karena itu kalau seseorang mengatakan “memiliki tanah”, maka perlu ditelaah lebih lanjut mengenai yang dimaksudkannya itu, apakah ia memiliki tanah dalam artian ia memiliki tanah dengan status “hak milik” yang tentunya dapat dibuktikan dengan sertifikat hak milik ataukah yang dimaksudkannya ialah bahwa hanya ia menguasai sebidang tanah (tanpa adanya sertifikat hak milik). Sertifikat yang disebutkan di atas tentunya sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN adalah satu-satunya yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat tanah, termasuk di sini adalah sertifikat dengan hak milik.

Apabila seseorang menguasai suatu bidang tanah dalam waktu yang lama, ataupun secara turun-temurun, masyarakat sekitar menganggap dan mengakui bahwa orang tersebut adalah pemilik tanah, nah hal inilah yang disebut dengan “kepemilikan tanah secara adat”. Jadi penguasaan seseorang atas tanah tersebut sebetulnya memang ada, tapi baru diakui secara adat dan belum diakui secara sah oleh negara.

Tanah dengan penguasaan secara adat tersebut biasanya ditandai dengan suatu surat kepemilikan yang biasanya dinamakan “girik”. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagian besar kepemilikan tanah di daerah-daerah itu adalah tanah girik. Sangat jarang sekali masyarakat (di daerah-daerah) yang mau mendaftarkan hak atas tanahnya ke BPN untuk meningkatkan status kepemilikan tanahnya menjadi hak milik. Seringkali biaya menjadi alasan yang paling banyak mendasari hal itu.

Kepemilikan secara adat (tanah girik) sebenarnya juga diakui oleh hukum, akan tetapi tetap harus didaftarkan/ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik terlebih dahulu agar memiliki kekuatan hukum yang kuat. Walaupun kepemilikan adat diakui (hukum adat) akan tetapi oleh karena tanah adalah salah satu objek yang kepemilikannya adalah "terdaftar" oleh karena itu pencatatan/administrasi menjadi hal yang sangat penting dalam pengurusan peralihan/konversi hak atas tanah.

Jika anda saat ini berniat untuk membeli tanah/membebaskan tanah yang masih berstatus tanah girik, maka sangat disarankan untuk meneliti lebih jauh mengenai kepemilikan tanah tersebut, misalnya dengan mendatangi lurah/kepala desa setempat. Apabila administrasi dilakukan dengan baik, maka kepemilikan tanah secra adat di suatu masyarakat seharusnya tercatat dengan baik di kepala desa/ lurah. Pencatatan secara rinci mengenai kepemilikan tanah girik tersebut sering dikenal dengan “riwayat tanah”.

Selain mendatangi kepala desa atau lurah setempat ada baiknya pula bagi anda yang berniat membeli tanah girik tersebut untuk mendatangi tetangga di sekitar lokasi tanah/”pemilik” tanah itu berada. Biasanya para tetangga mengetahui banyak hal tentang riwayat tanah. Bagaimanapun anda harus mencari banyak referensi dalam mencari informasi mengenai suatu bidang tanah. JANGAN HANYA MENGANDALKAN INFO DARI PENJUAL!!.