Wednesday, December 2, 2009

Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah

Dalam hal jual beli tanah dilakukan tanpa sertifikat, maka kepemilikan tanah tersebut biasanya adalah tanah girik. Tanah girik (pada beberapa daerah tertentu) dibuktikan dengan kepemilikan surat pernyataan penguasaan fisik tanah. Saya katakan “di beberapa daerah” karena memang ada kemungkinan bahwa bentuk dari bukti “kepemilikan” tanah girik adalah seperti yang saya sebutkan di atas.

Namun demikian pengalaman pribadi saya, yaitu tepatnya di daerah di Kalimantan Selatan. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik itu yang lazim digunakan. Selain dengan penyerahan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik yang asli, jual beli tanah girik lazimnya disertakan juga dengan Surat Keterangan Ganti Rugi.

Lazimnya, Surat Keterangan Penguasaan Fisik Tanah mencakup setidaknya hal-hal sebagai berikut:

1. Identitas para pihak (penjual dan pembeli). Identitas ini sama seperti penulisan identitas pada dokumen-dokumen hukum lainnya, seperti : Nama, tempat tinggal, tempat tanggal lahir dsb. Kita tidak harus menulis selengkap-lengkapnya namun jangan lupa untuk saling bertukar fotocopy KTP dari masing-masing pihak, hal ini agar mudah untuk dihubungi/ditelusuri apabila suatu saat diperlukan.

2. Riwayat Tanah. Keterangan ini cukup signifikan. Keterangan ini berisi tentang keterangan darimana asal muasal tanah yang dijual oleh penjual. Biasanya tanah girik ini adalah tanah yang didapatkan secara temurun-temurun ataupun dari jual beli. Saya pribadi sangat menyarankan agar pembeli tanah bisa mendapatkan dokumen lain yang berhubungan dengan riwayat tanah ini. Maksudnya, apabila tanah yang akan dijual adalah tanah hasil jual beli, maka mintalah tanda bukti pembeliannya (yang asli). Misalkan tanah adalah dari hasil turun temurun, mintalah Surat Pernyataan Penguasaan Fisik sebelumnya. Namun demikian saya harap anda tidak terlalu berharap banyak bahwa dokumen-dokumen yang tadi saya sebutkan akan dapat diperoleh. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa permasalahan tanah adat/tanah girik biasanya adalah kelemahan administratif dokumen tanah.

3. Ukuran dan batas-batas tanah. Ini penting sekali, karena keterangan ini akan membedakan antara kepemilikan suatu bidang tanah. Untuk menguatkan kebenaran tentang keterangan tanah ini, baik sekali untuk bisa menpergunakan bantuan dari pihak yang diakui keahlian dan independensinya dalam hal pengukuran tanah.

4. Saksi-saksi. Sangat disarankan bahwa saksi yang akan digunakan adalah dari pihak yang berbatasan langsung dengan bidang tanah yang akan dijual tersebut. Karena bagaimanapun tetangga yang bersebelahan langsung dengan obyek jual beli dianggap tahu banyak mengenai kondisi dan riwayat tanah tetangganya.

5. Diketahui oleh Kelurahan atau kepala Desa. Sebagai pihak perwakilan dari pemerintah yang dianggap tahu secara detil terhadap kondisi warganya, cap/stempel dari kelurahan/kepala desa adalah penting. Menyangkut stempel dari kelurahan/kepala desa ini, mungkin saja berbeda di setiap daerah. Misalkan saja, merujuk pengalaman saya pribadi, bahwa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik ada yang dibuat/dinyatakan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan kemudian diketahui oleh Warga/penjual yang bersangkutan. Namun model yang seperti ini dianggap banyak kelemahan oleh karena Kepala Desa dianggap rentan terhadap gugatan hukum (apabila di kemudian hari ada sengketa terhadap kebenaran status tanah tersebut). Padahal kenyataannya yang paling tahu dan yang paling bertanggungjawab terhadap kebenaran Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah adalah warga pemilik/penjual tanah tersebut.

Monday, November 9, 2009

Pembelian Rumah Melalui Pengembang (developer)

Di jaman sekarang ini tentunya kita sangat familiar dengan yang namanya "perumahan". Mungkin sudah banyak dari anda yang memiliki rumah di sebuah kompleks perumahan. Seiring dengan berkembangnya bisnis di bidang properti, banyak bermunculan-lah pebisnis-pebisnis dalam bidang ini.

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dalam membeli properti melalui pengembang. Salah satunya yaitu "jaminan keamanan" dari properti yang dijual (rumah serta tanahnnya). Membeli properti melalui sebuah pengembang paling tidak memberikan "rasa aman" bahwa properti tersebut adalah properti yang sah/legal dan tidak bebas dari sengketa. Berbeda dengan apabila kita membeli rumah/tanah dari orang-perseorangan, dimana terkadang ada rasa "was-was" bahwa apakah rumah atau tanah yang dijual kepada kita itu benar-benar milik/dalam kekuasaan si penjual. Benarkah si penjual punya hak untuk menjual ? (jangan-jangan itu rumah/tanah orang?)

Namun demikian, image positif yang melekat pada pengembang (developer) pada dasarnya sangat tergantung dari nama baik/nama besar pengembang itu sendiri. Bukan tidak mungkin bahwa penjualan properti dijual oleh sebuah perusahaan pengembang nakal yang tidak bertanggungjawab dan akan menyisakan masalah di akhir. Atau bahkan sebaliknya, dimana penjual orang-perorangan justru mempunyai nama (bonafiditas) yang baik dalam hal jual-beli properti.
Kasus-kasus terkait buruknya bisnis yang dilakukan oleh pengembang properti sebenarnya sudah sangat banyak. Beberapa diantaranya seperti kasus penipuan yang berkedok sebagai pengembang properti (modus-modus seperti ini biasanya akan membawa lari uang muka dari calon pembelinya), kasus wanprestasi dari si pengembang karena properti yang dibangun/dijualnya tidak sesuai seperti yang pernah ditawarkan/dijanjikan kepada calon pembeli, sampai kasus dimana sertifikat tanah yang tidak kunjung diberikan bahkan telah dijaminkan kepada pihak lain walaupun kreditnya telah dilunasi.
Oleh karena itu berhati-hatilah dalam membeli properti, jika anda belum mengenal betul track record dari si penjual, maka anda harus benar-benar mencermati betul tentang properti yang ditawarkan kepada anda; tentang bukti kepemilikannya, riwayat kepemilikannya dsb. Akan lebih baik jika anda mengajak seorang kenalan atau teman anda yang memiliki pengetahuan terkait jual beli properti sebelum anda memutuskan untuk membeli properti.

Saturday, November 7, 2009

Pengertian BPHTB

Bagi anda yang sering berurusan dengan jual-beli tanah mungkin sudah tidak asing lagi dengan yang namanya BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. “Bea Perolehan” di sini maksudnya adalah Pajak, jadi secara sederhana Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan;

Lantas apa itu “Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan” ? Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan (Sekedar mengingatkan bahwa beberapa contoh dari perbuatan hukum yaitu: Jual-Beli, Sewa-Menyewa, dsb. Sedangkan beberapa contoh dari “peristiwa hukum” misalnya adalah: waris dan hibah wasiat).

Jadi pada prinsipnya apabila anda mendapatkan/memperoleh hak atas tanah dan bangunan, baik anda mendapatkannya dengan cara membeli ataupun ketika anda mewarisi (mendapatkan hak atas tanah tersebut dari hasil warisan), atau bahkan dari pemberian orang lain (baik hibah biasa ataupun hibah wasiat), Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut tetap dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Hak atas tanah yang dimaksud dalam konteks Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Seperti: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa), Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengetahui lebih jauh tentang penjelasan dari hak atas tanah, anda dapat melihatnya pada artikel-artikel saya di blog ini. Namun pada prinsipnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan dibedakan dasar pengenaan pajaknya berdasarkan jenis hak atas tanahnya).

Friday, October 30, 2009

Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Jika anda memutuskan untuk memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) anda tidak perlu khawatir mengenai jangka waktu kepemilikan atanah Hak Guna Usaha (HGU). Seperti juga Hak-hak atas tanah lainnya, tanah dengan Hak Guna Usaha memiliki jangka waktu yang "lumayan" lama, yaitu hingga selama 25 tahun. Namun anda perlu ingat, bahwa jangka waktu atas Hak Guna Usaha tersebut dihitung sejak Hak Guna Usaha tersebut diberikan. Anda dapat melihat sertifikat Hak Guna Usaha atas suatu bidang tanah tersebut untuk dapat memastikan kapan pertama kali Hak Guna Usaha tersebut diberikan oleh pemerintah (dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional).

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa satu-satunya kepemilikan hak atas tanah, baik Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, ataupun Hak Milik atas tanah, adalah dengan sertifikat. Jadi setiap pemberian Hak Atas Tanah, pastilah diberikan melalui sertifikat. Jadi, apabila anda menerima pengalihan hak atas tanah berupa Hak Guna Usaha mintalah sertifikat tanda bukti haknya !.

Tanah dengan Hak Guna Usaha itu dapat diperalihkan, di sisi lain masyarakat sering tidak begitu memperhatikan bukti otentik atas kepemilikan tanah, sehingga sering terjadi kasus di mana seseorang membeli tanah milik pihak lain yang berupa tanah Hak Guna Usaha yang jangka waktunya sebetulnya telah akan habis.

Jangka waktu 25 tahun untuk tanah Hak Guna Usaha tersebut di atas bahkan dapat diberikan lebih lama yaitu selama jangka waktu 35 tahun, hanya saja waktu 35 tahun ini diberikan hanya kepada perusahan-perusahaan tertentu dengan alasan yang jelas, misalnya karena pengusahaan di atas tanah Hak Guna Usaha tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama (misalnya karena pertimbangan bidang bisnis dan luas cakupan usahanya yang menurut perhitungan akan membutuhkan waktu yang lama).

Tanah Hak Guna Usaha

Salah satu jenis Hak atas tanah yang lain, selain yang pernah disebutkan dalam artikel-artikel yang pernah saya sebutkan di atas adalah Hak Guna Usaha (HGU). Tanah Hak Guna Usaha (HGU) secara sederhana adalah tanah yang peruntukkannya untuk hal-hal tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang, "hal-hal tertentu" yang dimaksud yaitu untuk pertanian, peternakan dan perikanan.

Apakah selain hal tersebut di atas berarti kita tidak boleh mempergunakan Tanah Hak Guna Usaha untuk bidang-bidang lain ?. Pada prinsipnya, hukum telah mengatur peruntukkan untuk masing-masing hak atas tanah, termasuk dalam hal ini tanah Hak Guna Usaha (HGU), dengan demikian memang peruntukkan/penggunaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut memang hanya terbatas untuk bidang-bidang tertentu sebagaimana bidang tersebut di atas.
Namun demikian apabila peruntukkan selain hal-hal tertentu tersebut di atas masih ada keterkaitan erat tentu dapat dikecualikan. Sebagai contoh anda yang saat ini memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan sedang berniat mendirikan sebuah bangunan di areal tanah (Hak Guna Usaha) tersebut, hal itu mungkin bisa saja dilakukan, asalkan sejauh bangunan tersebut benar-benar berkaitan langsung dengan peruntukkan tanah/ "ada hubungannya" antara bangunan tersebut dengan peruntukkannya. Penggunaan tanah yang berkaitan langsung dengan peruntukkan tanah dengan Hak Guna Usaha misalnya, anda mendirikan bangunan semi permanen di areal pertanian anda yang berfungsi sebagai tempat istirahat atau tempat penyimpanan alat-alat pertanian (gudang) yang pada prinsipnya "ada hubungannya" dengan peruntukkan tanah untuk kegiatan pertanian.

Tentu saja peruntukkan dapat dikatakan bertentangan apabila anda secara sengaja mendirikan bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha berupa bangunan untuk kegiatan yang tidak ada kaitan secara langsung dengan peruntukan utama tanah Hak Guna Usaha, seperti misalnya untuk kegiatan jual-beli (warung, kios, atau sejenisnya), apalagi sampai membuat bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendirikan bangunan, yang kemudian diperuntukkan untuk disewakan kepada pihak lain!. Jangankan anda menyewakan kepada pihak lain, bahkan apabila anda mendirikan bangunan di atas areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut untuk mendirikan bangunan tempat tinggal anda, hal tersebut juga dianggap bertentangan dengan peruntukkan tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut.

Siapa saja yang dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU)?. yang dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha ialah Orang-perseorangan selain itu, pihak yang lainnya adalah Badan Hukum. Perlu diingat bahwa orang-perseorangan di sini haruslah Warga Negara Indonesia (WNI). Dengan demikian warga negara asing tidaklah dapat memiliki tanah dengan Hak Guna Usaha. Hal ini juga berlaku untuk Badan Hukum di mana yang memiliki hak untuk menggunakan Hak Guna Usaha ini hanyalah Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan Hukum di Indonesia.

Jadi, kalau anda atau kenalan anda adalah Warga Negara Asing dan berkeinginan untuk berbisnis dalam bidang-bidang yang terkait dengan peruntukkan tanah dengan Hak Guna Usaha sebagaimana disebutkan di atas tadi, jalan yang mungkin baik untuk anda lakukan adalah dengan membentuk kerjasama dalam suatu bentuk badan hukum (Misalnya PT), asalkan perusahaan tersebut didirikan menurut hukum, dan berdomisili di Indonesia.

Wednesday, October 28, 2009

Tanah Hak Milik VS Tanah Girik

Selama ini masih sering terjadi kerancuan dalam menggunakan istilah “tanah milik”. Sebenarnya kita baru akan membicarakan masalah “tanah hak” hanya jika kita telah memiliki alas hak/dasar hukum kepemilikan hak itu. Oleh karena itu kalau seseorang mengatakan “memiliki tanah”, maka perlu ditelaah lebih lanjut mengenai yang dimaksudkannya itu, apakah ia memiliki tanah dalam artian ia memiliki tanah dengan status “hak milik” yang tentunya dapat dibuktikan dengan sertifikat hak milik ataukah yang dimaksudkannya ialah bahwa hanya ia menguasai sebidang tanah (tanpa adanya sertifikat hak milik). Sertifikat yang disebutkan di atas tentunya sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN adalah satu-satunya yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat tanah, termasuk di sini adalah sertifikat dengan hak milik.

Apabila seseorang menguasai suatu bidang tanah dalam waktu yang lama, ataupun secara turun-temurun, masyarakat sekitar menganggap dan mengakui bahwa orang tersebut adalah pemilik tanah, nah hal inilah yang disebut dengan “kepemilikan tanah secara adat”. Jadi penguasaan seseorang atas tanah tersebut sebetulnya memang ada, tapi baru diakui secara adat dan belum diakui secara sah oleh negara.

Tanah dengan penguasaan secara adat tersebut biasanya ditandai dengan suatu surat kepemilikan yang biasanya dinamakan “girik”. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagian besar kepemilikan tanah di daerah-daerah itu adalah tanah girik. Sangat jarang sekali masyarakat (di daerah-daerah) yang mau mendaftarkan hak atas tanahnya ke BPN untuk meningkatkan status kepemilikan tanahnya menjadi hak milik. Seringkali biaya menjadi alasan yang paling banyak mendasari hal itu.

Kepemilikan secara adat (tanah girik) sebenarnya juga diakui oleh hukum, akan tetapi tetap harus didaftarkan/ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik terlebih dahulu agar memiliki kekuatan hukum yang kuat. Walaupun kepemilikan adat diakui (hukum adat) akan tetapi oleh karena tanah adalah salah satu objek yang kepemilikannya adalah "terdaftar" oleh karena itu pencatatan/administrasi menjadi hal yang sangat penting dalam pengurusan peralihan/konversi hak atas tanah.

Jika anda saat ini berniat untuk membeli tanah/membebaskan tanah yang masih berstatus tanah girik, maka sangat disarankan untuk meneliti lebih jauh mengenai kepemilikan tanah tersebut, misalnya dengan mendatangi lurah/kepala desa setempat. Apabila administrasi dilakukan dengan baik, maka kepemilikan tanah secra adat di suatu masyarakat seharusnya tercatat dengan baik di kepala desa/ lurah. Pencatatan secara rinci mengenai kepemilikan tanah girik tersebut sering dikenal dengan “riwayat tanah”.

Selain mendatangi kepala desa atau lurah setempat ada baiknya pula bagi anda yang berniat membeli tanah girik tersebut untuk mendatangi tetangga di sekitar lokasi tanah/”pemilik” tanah itu berada. Biasanya para tetangga mengetahui banyak hal tentang riwayat tanah. Bagaimanapun anda harus mencari banyak referensi dalam mencari informasi mengenai suatu bidang tanah. JANGAN HANYA MENGANDALKAN INFO DARI PENJUAL!!.

Konversi Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai menjadi Hak Milik

Apakah anda saat ini bermaksud untuk merubah status tanah anda? Mungkin saat ini lahan/tanah yang anda tempati untuk tempat tinggal bukan/belum merupakan tanah hak milik. Jika memang demikian adanya amat lebih baik jika anda mulai merencanakan untuk segera mengubah status kepemilikan tanah itu, sekalipun tanah yang anda tempati saat ini masih mempunyai jangka waktu yang lama. Bagaimanapun kepemilikan tanah yang belum didaftarkan/disertifikatkan sangat rawan apabila terjadi sengketa kepemilikan, oleh karena itu bersegeralah dalam mengurus kepemilikan tanah anda.

Apabila tanah yang anda miliki saat ini bukan merupakan tanah hak milik (bersertifikat), namun hanya berupa tanah dengan hak-hak guna yang lain seperti: Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), ataupun Hak Pakai. Hal itu tidak mengapa, hanya saja hak anda untuk menguasai tanah tersebut terbatas, paling tidak terbatas oleh 2 (dua) hal, yaitu waktu dan peruntukkannya.

Khusus untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, anda bisa meningkatkan hak-hak tersebut menjadi kepemilikan atas hak milik. Kriteria tanah Hak Guna Bangunan (HGB), atau Hak Pakai yang bisa ditingkatkan untuk menjadi Hak Milik cukup sederhana, pertama yaitu; luas tanah tersebut luasnya tidak lebih dari 600m2.

Kriteria yang kedua adalah tanah HGB atau Hak Pakai tersebut belum beralih hak. Akan lebih baik jika ketika anda memutuskan meningkatkan status kepemilikan tanah anda (HGB atau Hak Pakai) itu dilakukan sebelum jangka waktu tanah tersebut berakhir. Karena dikhawatirkan apabila anda lalai dalam memperpanjang kepemilikan tanah dengan hak-hak tersebut ataupun apabila hak guna atas tanah telah kadaluarsa, tentunya akan rawan untuk jatuh ke tangan pihak lain.

Kriteria yang ketiga adalah anda adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Memang untuk kepemilikan tanah dengan status Tanah Hak Milik, di Indonesia hanya diperbolehkan bagi WNI, sedangkan untuk Warga Negara Asing (WNA) hanya diperbolehkan menggunakan hak guna atas tanah berupa hak pakai. Kalaupun seorang WNA tersebut dapat memiliki suatu bidang tanah, maka hanyalah dimungkinkan apabila kepemilikan tanah tersebut terjadi karena adanya peristiwa hukum, yaitu seperti warisan. Dalam konteks hukum waris ataupun hibah, maka si ahli waris atau penerima hibah (untuk hibah) dapat memiliki atas suatu bidang tanah tersebut, hanya saja itupun sampai batas tertentu (1 Tahun) yang bersangkutan sudah harus memindahkan haknya kepada pihak lain yang merupakan WNI.

Tuesday, October 20, 2009

Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas suatu tanah. jadi sederhananya, kita akan bicara hak guna bangunan kalau kita akan mendirikan suatu bangunan di atas tanah (yang bukan milik kita sendiri).

Mengapa harus ada hak guna bangunan (HGB)? Ya, karena tidak semua tanah itu merupakan hak milik. Bagi yang pernah kenal pembagian hak-hak atas tanah, pastinya sudah tidak asing dengan hak-hak seperti hak guna bangunan (HGB), hak milik, hak pakai, hak sewa dan hak guna usaha (HGU). Nah, intinya hak guna bangunan itu adalah hak yang peruntukannya/penggunaannya hanya untuk mendirikan/membangun bangunan, misalnya: rumah, kios, apartemen, kos2an gedung2 dll.

Sebagian dari kita mungkin tidak memiliki minat untuk memiliki suatu tanah dan oleh karena itu banyak pilihan di mana kita bisa tetap menggunakan manfaat suatu bidang tanah. misalnya apabila kita berminat untuk membangun sebuah peternakan, kita bisa menggunakan hak guna usaha atas tanah, misalkan kita hanya ingin menggunakan tanah untuk usaha areal parkiran, kita bisa menggunakan hak pakai atas tanah tersebut dan lain sebagainya.

hak guna bangunan biasanya menjadi pilihan buat mereka yang berminat untuk punya tanah tetapi tidak bermaksud untuk menempati tanah itu untuk waktu yang lama. Hak guna bangunan biasanya pilihan favorit buat mereka yang mau mendirikan usaha, misalnya kios, warung ato kos-kosan.

Apa sih resikonya hak guna bangunan(HGB)?. Karena hak guna bangunan bukan hak yang terkuat atas suatu tanah, maka hak guna bangunan itu kepemilikannya juga dibatasi sampai waktu tertentu. Kalau kita buka Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) tentang hak guna bangunan, disana disebutkan bahwa jangka waktu hak guna bangunan itu selama 30 (tiga puluh) tahun. Artinya resiko dari kepemilikan hak guna bangunan, yaitu jangka waktu kepemilikannya yang terbatas. Tentu saja ini beda dengan hak milik yang cenderung “abadi”, dikatakan “cenderung” karena mungkin saja ada hal-hal khusus/ kebijakan khusus dari pemerintah untuk mengambil kepemilikan hak milik tersebut.

Jangka waktu kepemilikan selama 30 tahun untuk hak guna bangunan sebetulnya masih bisa diperpanjang, yaitu sampai selama 20 tahun. Jadi buat anda yang berminat untuk menggunakan manfaat dari hak guna bangunan untuk selama jangka waktu tertentu. Hak guna bangunan ini tentu sangat cocok dan menguntungkan.

pedagang/pengusaha biasanya punya perhitungan yang cermat dalam menggunakan hak guna bangunan ini, mereka akan menghitung keuntungan yang mungkin bisa mereka dapatkan dalam kurun waktu penggunaan hak guna bangunan (HGB) tersebut.